Shalat Berjama'ah Hukumnya Wajib, Benarkah?

Shalat berjama’ah dapat dilakukan di masjid, rumah dan tempat-tempat lainnya, akan tetapi shalat berjama’ah di masjid tentu lebih utama, dan memang salah satu pungsi masjid adalah untuk dijadikan tempat didirikannya sholat berjama’ah di dalamnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

من توضأ في بيته فأحسن الوضوء، ثم أتى المسجد فهو زائر الله، وحق على المزور أن يكرم الزائر

“siapa yang berwudhu di rumahnya dan menyempurnakan wudhunya, kemudian
ia mendatangi masjid maka ia telah mengunjungi Allah, dan sudah sepantasnya bagi orang yang dikunjungi memuliakan yang mengunjungi”. (HR Abu Daud dan At Tabrani)


Keutamaan Sholat Jama’ah

Disyari’atkannya shalat berjama’ah tentu bukan tanpa alasan dan tujuan serta hikmah. Diantara tujuan atau hikmah dianjurkannya shalat berjama’ah ialah agar kaum muslimin satu sama lain saling kenal dan saling sapa, dan untuk mempererat hubungan yang sudah terjalin diantara mereka serta untuk mendidik seorang muslim agar memiliki jiwa sosial yang tinggi.

Shalat berjama’ah tentu memiliki nilai lebih dari shalat yang dilakukan sendirian, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shalllallahu ‘alaihi wasallam:

صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة

"sholat berjama’ah lebih utama daripada sholat sendirian hingga duapuluh tujuh tingkat” (HR Bukhari dan Muslim)

Hukum Sholat Berjama’ah

Para ulama sepakat bahwa perempuan muslimah bahwa shalat mereka di rumah-rumah mereka lebih utama daripada shalt mereka di masjid, kecuali sholat ‘ied, maka mereka dianjurkan untuk keluar rumah untuk shalat ‘ied di luar rumah baik itu di masjid atau di lapangan, hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Ummu ‘Atiyyah Al Anshariyah, belialu berkata:

أمرنا - تعني النبي صلى الله عليه وسلم - أن نخرج في العيدين، العواتق، وذوات الخدور، وأمر الحيض أن يعتزلن مصلى المسلمين

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh kami untuk mengajak anak-anak perempuan yang baru baligh dan wanita-wanita perawan pada hari raya, dan menyuruh mereka yang sedang haidh agar menjauhi tempat shalat kaum muslimin”. (HR Bukhari dan Muslim)

Namun jika para wanita muslimah ingin keluar untuk melaksanakan shalat lima waktu di masjid maka hal itu diperbolehkan dan mereka tidak boleh dilarang untuk itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radiallahu ‘anhuma bersabda:

لا تمنعوا إماء الله مساجد الله

“janganlah kalian melarang para perempuan hamba-hamba Allah untuk mendatangi masjid-masjid Allah”. (HR Bukhari dan Muslim)

Adapun hukum shalat berjama’ah (shalat fardhu) bagi para laki-laki maka para ulama tidak satu suara dalam hal ini, mereke dalam masalah ini mempunyai tiga pendapat:

Suunnah Muakkadah

Pendapat ini mereupakan pendapat yang mu’tamad dalam madzhab Al Malikiyah dan pendapat sebagian ulama As Syafi’iyah serta riwayat dalam madzhab Al Hanabilah.

Fardhu Kifayah

Pendapat ini adalah pendapat yang mu’tamad dalam madzhab As Syafi’iyah dan pendapat sebagian ulama dari madzhab Al Malikiyah yang dipilih oleh Ibnu Abdil Barr.

Fardhu ‘Ain

Pendapat ini adalah pendapat yang dianut dan yang mu’tamad dalam madzhab Al Hanabilah dan Adz Dzahiriyah serta pendapat sebagian ulama madzhab Al Hanafiyah. Namun ada perbedaan antara Al Hanabilah dan Adz Dzahiriyah, yaitu apakah shalat berjama’ah merupakan syarat sah shalat atau tidak, Al Hanabilah berpendapat bahwa shalat berjama’ah hukumnya wajib namun tidak merupakan syarat sahnya shalat, maka jika seseorang shalat sendirian shalatnya tetap sah namun ia mendapatkan dosa karena meninggalkan sesuatu yang wajib. Adapun Adz Dzahiriyah, maka shalat berjama’ah menurut mereka merupakan syarat sahnya shalat, dan tanpanya maka shalat seseorang tidklah sah

Dalil Setiap Pendapat

  1. Pendapat Pertama
Para ulama fiqih yang berpendapat bahwa shalat berjama’ah hukumnya sunnah muakkadah berdalil dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة

"sholat berjama’ah lebih utama daripada sholat sendirian hingga duapuluh tujuh derajat” (HR Bukhari dan Muslim)


Hadits ini secara dzahirnya hanya menjelaskan keutamaan shalat berjama’ah, maka dari sinilah para ualama madzhab Al Malikiyah dan sebagian ulama Asy Syafi’iyah berkesimpulan bahwa shalat berjama’ah hukumnya sunnah.

  1. Pendapat Kedua
Adapun para ualama dari kalangan Asy Syafi’iyah dan sebagian Al Malikiyah, untuk menguatkan pendapat mereka, mereka yang berdalil dengan hadits ini:

ما من ثلاثة في قرية ولا بدو لا تقام فيهم الصلاة إلا قد استحوذ عليهم الشيطان، فعليك بالجماعة، فإنما يأكل الذئب القاصية

“tidaklah tiga orang di suatu desa dan kampong yang tidak didirikan shalat berjama’ah di lingkungan mereka tersebut kecuali setan telah menguasai mereka, maka tetaplah kalian (shalat) berjama’ah, karena sungguh serigala itu hanya akan memangsa kambing yang sendirian. (HR Abu Daud)

Dari hadits ini mereka beranggapan bahwa shalat berjama’ah hukumnya fardhu kifayah, yaitu jika dilakukan oleh orang yang mencukupi maka gugurlah kewajiban yang lain.

  1. Pendapat Ketiga
Para ulama Al Hanabilah dan Adz Dzahiriyah serta sebagian  dari Al Hanafiya, untuk mendukung pendapat mereka, mereka  berhujjah (argumentasi) dengan hadits-hadits berikut:

أتى النبي صلى الله عليه وسلم رجل أعمى فقال: يا رسول الله إنه ليس لي قائد يقودني إلى المسجد، فسأل رسول الله أن يرخص له فيصلي في بيته فرخص له، فلما ولى دعاه فقال: ((أتسمع النداء بالصلاة؟)) قال: نعم قال: ((فأجب))

“seseorang yang buta dating kepada rasulullah seraya berkata: “wahai rasulullah aku buta dan tidak ada orang yang menuntunku pergi kemesjid” lalu kemudian ia minta rukhsah agar diperbolehkan untuk sholat dirumahnya, maka rasulullah mengizinkan, namun sebelum ia pergi rasululah memanggilnya dab bertanya: “apakah engkau mendengar adzan?” ia menjawab: ya, lalu rasulullah berkata: “penuhi panggilan adzan itu!” (HR Muslim)

إن أثقل صلاة على المنافقين صلاة العشاء، وصلاة الفجر، ولو يعلمون ما فيهما لأتوهما ولو حبوا، ولقد هممت أن آمر بالصلاة، فتقام، ثم آمر رجلا فيصلي بالناس، ثم أنطلق معي برجال معهم حزم من حطب إلى قوم لا يشهدون الصلاة، فأحرق عليهم بيوتهم بالنار

“shalat paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya dan shalat Subuh, seandainya mereka tahu apa yang ada pada kedua shalat itu pasti mereka akan mendatanginya walupun dengan merengkak. Dan sunnguh aku berangan-angan untunk menyeuruh mendirikan shalat, kemudian aku menyuruh seseorang untuk berjama’ah dengan manusia, kemudian aku pergi bersama para laki-laki yang bersama mereka seikat kayu bakar, lalu mendatangi orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjama’ah, maka aku akan bakar rumah mereka dengan apai”. (HR Muslim)

Maka menurut mereka shalat berjama’ah hukumnya adalah wajib atau fardhu ‘ain, karena orang yang mendapat ancaman –sebagaimana dalam hadits di atas, hanyalah orang yang meninggalkan perkara wajib atau melakukan dosa.

Allahu a'lam

Muhamad Amrozi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berwudhu Tanpa Niat, Boleh dan Sahkah?

Air Musta'mal Menurut Empat Madzhab