Air Musta'mal Menurut Empat Madzhab

Dalam ilmu fiqih air terbagi menjadi beberapa macam, salah satunya adalah air musta’mal. Kata musta’mal berasal dari dasar استعمل- يستعمل  yang bermakna memakai atau menggunakan.
Secara bahasa air musta’mal adalah air yang sudah digunakan, adapun secara istilah ilmu fiqih maka para ulama berbeabeda dalam mendefinisikannya, setiapa madzhab dari madzhab fiqih yang empat mempunyai definisi masing-masing yang berbeda dari madzhab yang lain.

 Para ulama fiqih juga berbeda pendapat mengenai hukum air musta’mal, apakah air musta’mal masih bisa digunakan untuk bersuci atau tidak. Perbedaan para fuqaha ini dipicu oleh adanya beberapa nash hadits rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang saling kontradiksi, diantaranya :


 عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «لا يغتسل أحدكم في الماء الدائم وهو جنب»

Dari abu hurairah radiallahu ‘anhu beliau berkata : rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “janganlah salah seorang kamu mandi di air yang diam dalam keadaan junub”. (HR Muslim)


Adapun hadits yang bebeda dengan hadits di atas diantaranya :

عن ابن عباس، قال: اغتسل بعض أزواج النبي صلى الله عليه وسلم في جفنة، فجاء النبي صلى الله عليه وسلم ليتوضأ منها أو يغتسل، فقالت: له يا رسول الله، إني كنت جنبا؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن الماء لا يجنب»

Dari ibnu abbas radiallahu ‘anhuma beliau berkata : “bahwasanya sebagian istri nabi mandi dalam satu ember, kemudian dating rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berwudhu atau mandi, lalu berkata istrinya : “saya tadi mandi janabah wahai rasulullah” maka rasulullah menjawab : “sesungguhnya air tidak berjanabah”. (HR Abu daud)

Air Musta’mal Dalam Pandangan 4 Madzhab

Jika dilihat dalam buku-buku fikih perbandingan ternyata para ulama fikih tidak satu pendapat dalam pengertian air musta’mal, setiap madzhab dari madzhab yang 4 (hanafi, maliki, syafi’i dan hanbali) mempunyai pengertian tersendiri terhadap air musta’mal, yaitu  sebagai berikut :

1. Madzhab Al Hanafiyah

Air musta’mal menurut madzhab ini adalah : air yang digunakan untuk mengangkat hadats, baik kecil atau besar seperti wudhu dan mandi janabah atau digunakan untuk qurbah (ibadah) seperti wudhu sunnah atau mandi sunnah. Maka air itu akan menjadi air musta’mal dengan menetesnya dari tubuh seseorang.

Adapun hukum air musta’mal menurut madzhab ini adalah suci namun tidak mensucikan. Artinya air ini tidak dapat lagi digunakan untuk mengangkat hadats baik kecil maupun besar, namun dapat digunakan untuk menghilangkan najis.

2.  Madzhab Al Malikiyah

Pengertian air musta’mal menurut madzhab ini adalah : air yang dipakai untuka mengangkat hadats baik wudhu atau mandi tanpa membedakan antara yang wajib dan sunnah,  atau dipakai untuk menghilangkan khabats (najis). Air musta’mal yang dipakai untuk mengangkat hadats dalam madzhab ini adalah air yang menetes dari anggota tubuh seseorang.

Adapun hukum air musta’mal menurut al malikiyah adalah suci dan mensucikan. Artinya air musta’mal masih bisa digunakan untuk berwudhu atau mandi meskipun ada air muthlaq akan tetapi hukumnya makruh, begitupula boleh digunakan untuk menghilangkan najis dan membasuh bejana tanpa adanya karahah.

Kemakruhan menggunakan air musta’mal untuk kedua kalinya hanya berlaku jiak airnya sedikit dan adanya air yang muthlaq, adapun jika air itu banyak atau ketidak adaan air muthlaq maka menggunakan air musta’mal itu tidak makruh, begitu juga jika air musta’mal itu sedikit namun ditambhkan air muthlaq kedalamnya maka kemakruhannya pun hilang.

3. Madzhab Asy Syafi’iyah

Air musta’mal menurut madzhab ini adalah : air sedikit yang telah digunakan untuk fardhu bersuci dari hadats seperti basuhan pertama pada wudhu, atau digunakan untuk menghilangkan najis dari tubuh atau pakaian. Adapun air yang digunakan untuk sunnah thaharah seperti basuhan kedua dan ketiga dari wudhu maka tidak termasuk air musta’mal.

Dalam madzhab ini mereka membedakan antara air sedikit yang tidak mencapai 2 kulah dengan air banyak yang mencapai 2 kulah, jika air itu sedikit maka hukumnya adalah suci namun tidak mensucikan, maka tidak dapat digunakan kembali untuk bersuci dan membuang najis. Tetapi jika melebihi 2 kulah makai air musta’mal itu suci lagi mensucikan, maka dapat dipergunakan untuk mengangkat hadats dan menghilangkan najis.

4. Madzhab Al Hanabilah

Air musta’mal menurut madzhab ini ialah : air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats kecil (wudhu) maupun besar (mandi janabah) atau digunakan untuk menghilangkan najis dan tidak berubah warna, rasa dan aromanya.

Termasuk air musta’mal menurut madzhab ini ialah air yang digunakan untuk memandikan mayit. Namun jika air itu digunakan untuk mencuci sesuatu yang diluar kerangka ibadah maka tidak termasuk air musta’mal. Misalnya air yang digunakan untuk mencuci muka yang bukan dalam rangkain ibadah wudhu, begitu juga tangan dan kaki. Atau pun air yang digunakan untuk mandi dengan tujuan tabarrud (mendinginkan tubuh), maka bukan termasuk air musta’mal.

Air baru dikategorikan musta’mal jika sudah selesai dugunakan berwudhu atau mandi janabah, namun jika air itu masih digunakan dan belum selesai maka air itu belum bisa di katakana musta’mal.
Adapun hukum air musta’mal menurut madzhab ini ialah seperti madzhab syafi’i, yaitu suci tetapi tidak mensucikan, maka tidak dapat digunakan kembali untuk mengangkat hadats atau menghilangkan najis.

Allahu a'lam

Muhamad Amrozi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berwudhu Tanpa Niat, Boleh dan Sahkah?