Berkurban, Apakah Wajib atau Sunnah?

Kurban atau yang disebut dengan  Al-Udhiyah oleh sebagian fuqaha dalam buku-buku fiqih mereka adalah hewan yang disembelih dengan tujuan untuk bertaqarrub kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Kurban merupakan ibadah yang disyariatkan oleh Allah agar dilakukan di Hari Raya Idul Adha hingga akhir hari tasyrik.

selain para ulama berbeda pendapat mengenai hewan apa saja yang boleh dijadikan kurban mereka-sebelum itu- juga berbeda pendapat tentang hukum berkurban itu sendiri, apakah berkurban hukumnya sunnah ataukah wajib?. Diantara para ulama ada yang berpendapat bahwa kurban hukumnya wajib, dan mayoritas ulama mengatakan bahwa berkurban hukumnya sunnah.


1.  Madzhab Al-Hanafiyah

Para fuqaha al-hanafiyah berpendapat bahwa Al-Udhiyah atau kurban hukumnya wajib.

As-Sarakhsi  (w 483 H) salah seorang fuqaha al-hanafiyah dalam kitabnya Al-Mabsuth mengatakan:

باب الأضحية... وهي واجبة على المياسير والمقيمين عندنا

Bab Al-Udhiyah…Udhiyah (kurban) hukumnya wajib bagi mereka yang mampu dan muqim.[1]

Al-Marginani (w 593 H) juga dari madzhab al-hanafiyah di dalam kitabnya Bidayah Al-Mubtadi mengatakan:

الأضحية واجبة على كل حر مسلم مقيم موسر في يوم الأضحى

Al-Udhiyah hukumnya wajib atas setiap orang yang merdeka, muslim, muqim dan berkemampuan pada hari Al-Adha.[2]

2. Madzhab Al-Malikiyah

Para fuqaha al-malikiyah berpendapat bahwa berkurban hukumnya sunnah.

Ibnu Abdil Barr (w 463 H) salah satu fuqaha al-malikiyah di dalam kitabnya Al-Kafi fi Fiqhi Ahli Al-Madinah mengatakan:

الأضحية عند مالك سنة


Al-Udhiyah menurut Imam Malik sunnah.[3]

Abu Al-Baqa Ad-Damiri (w 805 H) seorang faqih al-malikyah di dalam kitab Asy-Syamil fi Fiqhi Al-Imam Malik mengatakan:

الأضحية سنة لا واجبة على المشهور
                                                                  
Berkurban hukumnya sunnah bukan wajib menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab.[4]


3.  Madzhab Asy-Syafi’iyah

Para fuqaha asy-syafi’iyah dalam masalah ini berpendapat sama seperti fuqaha al-malikyah, yaitu berkurban hukumnya sunnah.

Al-Imam Asy-Syafi’i (w 204 H) sang pelopor madzhab syafi’i dalam kitab yang diberi nama Al-Umm mengatakan:

أخبرنا الربيع قال: (قال الشافعي - رحمه الله تعالى -) : الضحايا سنة

Imam Ar-Rabi’ mengabarkan bahwa Asy-Syafi’i berpendapat bahwa berkurban hukumnya sunnah[5]

Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari (w 926 H) salah satu fuqaha al-syafi’iyah dalam kitabnya Manhaj At-Thullab mengatakan:

التضحية سنة وتجب بنحو نذر

Berkurban hukumnya sunnah, dan menjadi wajib jika dinadzarkan.[6]


4.  Madzhab Al-Hanbilah

Para fuqaha al-hanabilah berpendapat sama seperti madzhab al-malikiyah dan asy-syafi’iyah, yaitu Al-Udhiyah hukumnya sunnah.

Al-Khiraqi (w 334 H) salah seorang faqih dari kalangan al-hanabilah di dalam kitab Mukhtasharnya mengatakan:

والأضحية سنة ولا يستحب تركها لمن يقدر عليها

Al-Udhiyah hukumnya sunnah dan tidak dianjurkan meninggalkannya bagi orang yang mampu melakukannya.[7]

Ibnu Qudamah (w 620 H) salah satu fuqaha al-hanabilah dalam kitabnya Umdah Al-Fiqh mengatakan:

والأضحية سنة لا تجب إلا بالنذر

Berqurban (Al-Udhiyah) hukumnya sunnah, dan tidak wajib kecuali jika dinadzarkan.[8]


5.  Madzhab Az-Zhahiriyah

Seperti tiga madzhab sebelumya, yaitu maliki, syafi’i dan hanbali dalam madzhab ini berkurban hukumnya juga sunnah.

Ibnu Hazm (w 456 H) salah seorang faqih az-zhahiriyah dalam kitab Al-Muhalla bi Al-Atsar mengatakan:

مسألة: الأضحية سنة حسنة، وليست فرضا، ومن تركها غير راغب عنها فلا حرج عليه في ذلك.

Al-Udhiyah sunnah, baik dan tidak wajib, siapa yang meninggalkannya bukan karena enggan melakukannya maka ia tidak berdosa.[9]

Demikian kutipan pendapat para fuqaha lintas madzhab dalam masalah hukum kurban, seperti kita lihat, bahwa dalam masalah ini ada dua pendapat, pendapat pertama hukumnya wajib, dan ini adalah pendapat al-hanafiyah, pendapat kedua sunnah, yaitu pendapat jumhur fuqaha.

Allahu a’lam

Muhamad Amrozi



[1] As-SarakhsiAl-Mabshuth, jilid 12 Hal. 8
[2] Al-MarghinaniBidayatu Al-Mubtadi , hal. 219
[3] Ibnu Abdil Barr, Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah, jilid 1 hal. 418
[4] Abu Al-Baqa Ad-DamiriAsy-Syamil, jilid 1 hal. 264
[5] Asy-SayafiiAl-Umm, jilid 2 hal. 243
[6] Zakariya Al-Anshari, Manhaj At-Thullab, hal. 173
[7] Al-KhiraqiMukhtshar Al-Khiraqi, hal. 146
[8] Ibnu QudamahUmdah Al-Fiqh, hal. 51
[9] Ibnu HazmAl-Muhalla bi Al-Atsar, jilid 6 hal. 3

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berwudhu Tanpa Niat, Boleh dan Sahkah?

Air Musta'mal Menurut Empat Madzhab