Shalat Berjama'ah Berdua Dengan Perempuan Ajnabiyah

Shalat berjamaah sangat dianjurkan sekali oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bahkan sebagian ulama fiqih dari 4 madzhab ada yang berpendapat bahwa sholat berjamaah hukumnya fardhu ‘ain bagi seorang laki-laki.

Dalam sebuah hadits yang desepakati keshasihannya oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan keutamana shalat berjamaah, dari Ibnu Umar radiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة  (متفق عليه)

“sholat berjamaah lebih utama daripada sholat sendirian hinnga duapuluh tujuh derajat” (HR: Bukhari & Muslim)

Akan tetapi jika shalat berjamaah dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan yang tidak mempunyai hubungan mahram dan bukan juga sepasang suami isteri maka hukumnya akan berbeda jika pelaksanaan shalat tersebut dilakukan di ruangan tertutup yang tidak ada orang lain selain mereka berdua, seperti kamar misalnya, atau ruang tamu rumah yang didalam rumah itu hanya ada mereka berdua, atau juga mesjid yang di dalamnya tidak ada orang lain selain kedua makhluk berlawanan jenis itu, maka berjamaah dalam kondisi seperti ini hukumna menjadi haram, karena kondisi seperti ini termasuk khalwat yang dilarang oleh islam, ada beberapa hadits Rasulullah yang melarang seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan, diantaranya:

لا يخلون رجل بامرأة إلا كان ثالثهما الشيطان (رواه الترمذي)

“janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang perempuan, karena orang ketiganya adalah syaitahan” (HR: Tirmidzi)

Dalam hadits lain Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا يخلون رجل بامرأة إلا مع ذي محرم  (متفق عليه)

“janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali jika bersama mahramnya” (HR: Bukhari & Muslim)

Imam Abu Ishaq al Syairazi dari kalangan ulama syafi’iyah dalam kitabnya al Muhadzzab berkata:

ويكره أن يصلي الرجل بامرأة أجنبية لما روي أن النبي صلى الله عليه وسلم قال "لا يخلون رجل بامرأة فإن ثالثهما الشيطان"

“dimakruhkan bagi seorang laki-laki sholat berduaan dengan perempuan ajnabiyyah, karena diriwayatkan bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “janganlah seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang perempuan, karena orang ketiganya adalah syaithan”

Imam al Nawawi ketika menerangkan perkataan al Syairazi diatas dalam kitabnya al Majmu’ syarah al Muhadzdzab beliau berkata:

المراد بالكراهة كراهة تحريم هذا إذا خلا بها: قال أصحابنا إذا أم الرجل بامرأته أو محرم له وخلا بها جاز بلا كراهة لأنه يباح له الخلوة بها في غير الصلاة وإن أم بأجنبية وخلا بها حرم ذلك عليه وعليها للأحاديث الصحيحة

“yang dimaksud dengan karahah dalam perkataan al Syairazi diatas adalah karahah tahrim, ini jika ia berdua-duaan dengan perempuan itu, para fuqaha syafi’iyah berkata jika seorang laki-laki mengimami isterinya atau mahramnya berdu-duaan denganya maka hukumnya boleh, karena boleh baginya berkhalwat dengan mereka diluar sholat, dan jika laki-laki itu mengimami perempuan ajnabiyyah brduaan dengannya maka itu haram baginya karena hadits-hadits yang melarang berkhalwat”

Akan tetapi jika shalat jamaah itu dilakukan ditempat ramai, atau di mesjid yang di dalamnya ada banyak orang selain mereka berdua maka hukumnya boleh walaupun orang lain tersebut tidak ikut melaksanakan shalat, karena kondisi seperti ini tidak termasuk khalwat yang diharamkan oleh islam.

Namun jika terjadi shalat berjamaah antari laki-laki dan perempuan yang bukan mahram seperti yang dijelaskan hukumnya di atas apakah shalatnya sah? Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat, penyebab perbedaan ini adalah perbedaan mereka dalam memandang apakah larangan dari syari’ itu menjadikan hal yang dilarang itu fasid atau tidak, dan dalam masalah yang dibahas di atas setidaknya ada dua pendapat ulama mengenai sah atau tidaknya shalat tersebut, pendapat pertama mengatakan bahwa jika terjadi sholat seperti ini maka sholatnya tidak sah, karena syari’ telah melarangnya, para ulama ini menggunakan kaedah ushul fiqih berikut:

النهي يقتضي فساد المنهي عنه مطلقا

“nahi atau larangan dari syari’ itu menyebabkan kefasidan (rusak/tidak sah) sesuatu yang dilarang secara muthlak”

Adapun pendapat kedua yaitu pendapat mayoritas ulama bahwa shalat seperti di atas jika sayarat dan rukunya terpenuhi serta tidak terjadi pembatal-pembatal shalat itu sendiri secara hukum fiqih maka shalatnya tetap sah namun mereka mendapat dosa atas khalwat tersebut, karena yang dilarang oleh syari’ dalam kasus diatas bukanlah dzat shalatnya namun yang dilarang adalah washafnya yaitu khalwat antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, sehingga tidak menyebabkan shalat itu fasid/rusak.

Kasus shalat seperti ini sama seperti kasus seseorang shalat menggunakan pakaian hasil rampasan atau shalat di atas tanah rampasan, shalatnya tetap sah namun ia mendapat dosa atas perbuatannya merampas tersebut.

Allahu alam

Muhamad Amrozi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berwudhu Tanpa Niat, Boleh dan Sahkah?

Air Musta'mal Menurut Empat Madzhab