Qadha Puasa Ramadhan, Haruskah Berturut-turut?

Seseorang yang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan karena ada udzur syar’i, seperti orang sakit yang tidak memungkinkan untuk berpuasa, orang yang sedang bepergian, wanita haidh dan lain sebagainya, maka diwajibkan bagi mereka untuk menggantinya di hari yang lain di luar bulan Ramadhan sebanyak hari dimana ia tidak berpuasa. Namun apakah saat mengqadha puasa tersebut mereka wajib melakukannya secara berturut-turut atau yang demikian itu tidak wajib?.


Perbedaan Pendapat

Dalam hal ini para ulama fiqih berbeda pendapat, sebagian ulama mewajibkan berturut-turut dalam qadha Ramadhan dan sebagian lagi tidak mewajibkannya.

1. Madzhab Mayoritas Ulama

Jumhur ulama dari madzhab Al Hanfiyah[1], Al Malikiyah[2], Asy Syafi’iyah[3] dan Al Hanabilah[4] berpendapat bahwa tidak wajib At Tatabu’ (berturut-turut) dalam qadha puasa Ramadhan.

2. Madzhab Ahli Dzahir

Ibnu Hazm Al Qurthubi (w 456 H) salah seorang ulama dari kalangan Adz Dzahiriyah berpendapat bahwa qadha Ramadhan berturut-turut, di dalam karyanya Al Muhalla bi Al Atsar beliau secara tegas menyebutkan bahwa At Tatabu’ (berturut-turut)  hukumnya wajib.[5]

Para ulama yang tidak mewajibkan At Tatabu' (berturut-turut) diantara mereka ada yang mengatakan bahwa hal itu disunnahkan disunnahkan, yaitu ulama dari Madzhab Al Malikiyah, Asy Syafi’iyah dan Al Hanabilah, dan ada yang berpendapat tidak disunnahkan dan orang tersebut boleh memilih antara ingin mengganti puasanya secara berturut-turut atau tidak, dan ini adalah madzhab Al Hanafiyah.

Pemicu Perbedaan

 Perbedaan ini disebabkan oleh kontradiksi antara dzahir lafadz ayat pada surat Al Baqarah, yaitu firman Allah:

(فعدة من أيام أخر)

“maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain” QS. Al Baqarah 184

Dengan qiyas, ayat ini secara dzahir hanya mewajibkan qadha dan tidak mewajibkan berturut-turut, tetapi secara qiyas qadha Ramadhan harus dilakukan berturut-turut, karena pada asalnya puasa Ramadhan harus dilakukan secara berturut-turut, dari sinilah muncul perbedaan pendapat antar ulama sebagaimana disebutkan di atas.

Semoga bulan Ramadhan kali ini kita dapat melaksanakan puasa dengan lancar dan tanpa halangan apapun, dan semoga semua rangkaian ibadah kita diterima oleh Allah subhanahu wata’ala.

Allahu a’lam

Muhamad Amrozi



[1] Al Kasani, Badai’ As Shanai’ fi Tartibi Asy Syarai’, jilid 5, hal. 111
[2] Ibnu Abdil Barr, Al Kafi fi Fiqhi Ahli Al Madinah, jilid 1, hal. 339
[3] Al Khatid Asy Syarbini,  Mughni Al Muhtaj, jilid 2, hal. 181
[4]  Ibnu Qudamah, Al Mughni, jilid 3, hal 158
[5] Ibnu Hazm,  Al Muhalla bi Al Atsar, jilid 4, hal. 408

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berwudhu Tanpa Niat, Boleh dan Sahkah?

Air Musta'mal Menurut Empat Madzhab