Imam Al Laits bin Saad dan Madzhabnya


Nama lengkap beliau adalah Al Laits bin Saad bin Abdurrahman bin Uqbah Al Fahmi, Abul Harits, seorang ulama fiqih yang hidup pada akhir abad ke 1 dan abad ke 2 Hijriyah, dilahirkan di Mesir pada tahun 94 hijriyah.


Beliua menghabiskan masa kecilnya untuk belajar dan menuntut ilmu  kepada para ulama Mesir pada masanya, tidak puas dengan apa yang ia peroleh di Mesir, ia pun merantau meninggalkan kota kelahirannya tersebut untuk menambah pengetahuannya, diantara negri yang dituju adalah negri Hijaz, di sana beliau belajar kepada beberapa ulama besar Hijaz dimasa itu, dari sinilah terjalin hubungan baik antara beliau dan Imam Dar Al Hijrah Malik bin Anas –rahimahullah-, ketika itu mereka sama-sama belajar kepada beberapa ulama Madinah, diantaranya Al Imam Rabi’ah Ar ra’yi. Bahkan sejarah mencatat surat menyurat yang sangat ilmiah dan penuh adab antara keduanya. 

Setelah sekian lama menuntut ilmu, akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke tanah airnya Mesir untuk kembali mengajarkan dan menyebarkan ilmu yang ia peroleh di berbagai tempat itu kepada penduduk kota Mesir pada masa itu.

Namun meski sudah menjadi ulama besar di zamannya, semangat beliau dalam menuntut ilmu masih  sangat membara, tidak mengenal rasa malas dan bosan, beliau masih aktif menghadiri halaqoh ilmu.
Saat menginjak usia 65 tahun beliau bepergian ke kota Baghdad guna mengajarkan ilmunya . Beliau bertanya seorang pakar hadits Iraq saat itu, Hasyim bin Basyir syaikh. Beliau minta pada syaikh supaya dikirimi beberapa kitabnya untuk dipelajari. Maka setelah mendapatkan kiriman kitab tersebut beliau duduk dan mentela’ahnya hingga menyerap semua isi kitab-kitab itu.

Imam Al Laits tidak hanya terkenal  sebagai seorang ulama dan ahli fiqih, namun dia juga terkenal dengan kekayaannya, karenanya ia sangat dikenal dengan kedermawanannya, As Shofadi berkata: “Al Laits adalah seorang yang dermawan, diceritakan bahwa penghasilan beliau dalam setahun adalah 5000 dinar, dan uang itu disebarkan untuk silaturrahim dan yang lainnya”. Diantara bukti kedermawanannya, beliau mengirimkan 100 dinar untuk sahabatnya Imam Malik bin Anas di Kota Nabi Madinah Al Munawwarah pada setiap tahunnya. Diantaranya lagi seperti yang diceritakan oleh Manshur bin Ammar: “ aku pernah dating dan bertamu ke tempat Al Laits, dan saat itu ia memberiku 1000 dinar seraya berkata: jagalah hikmah dan ilmu yang Allah berikan kepadamu”.

Guru-Guru Al Laits bin Saad

Sebagai seorang ulama besar tentu Al Laits bin Saad tidak hanya berguru kepada satu atau dua ulama saja, akan tetapi berguru kepada banyak ualama. Seperti yang disebutkan di atas bahwa Imam Al Laits bin saad telah banyak melakukan perjalanan guna menuntut ilmu, dari satu tempat ke tempat lain, dari satu negeri ke negeri lain, dari situlah beliau banyak menemui dan berguru kepada ulama’-ulama besar di zamannya yang konon mencapai lebih dari 50 guru, diantara guru beliau yang tersohor adalah Imam Nafi’, Ibnu Ajallan, Said Al-Maqbari, Ibnu Abi Mulaikah, Imam Az-Zuhri, Yazid bin Al-Haad, Yazid bin Abi Habib, Hisyam bin Urwah, Abu Zubair Al-Makki,  Yahya bin Said Al-Anshari, Atha’ bin Abi Rabah, Ibrahim bin Abi Abdah, Abdu Rabbih bin Said, Al-Harits bin Ya’qub dan beberapa ulama lainnya.

Murid Al Laits bin Saad

Sebagai seorang ulama besar yang sangat fenomenal tentulah beliau dituju dan di datangi banyak orang, tidak lain tujuan kedatangan orang-orang itu adalah ingin belajar kepada beliau dan mendengarkan ilmu-lmu yang beliau sampaikan dan dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang beliau  riwayatkan.  Ada banyak banyak murid  yang nyantri kepada beliau dan meriwayatkan dari beliau, diantara mereka ialah Ibnu Lahi’ah, Imam Asyhab, Ahmad bin Yunus, Hasyim, Al-Qo’nabi, Syu’aib bin Al-Laits, putra beliau sendiri, Imam Ibnu Wahab, Hajin bin AL-Mutsanna, Yahya bin Bukair, Ibnul Mubarak, Sa’id bin Abi Maryam, Abdullah bin Abdil Hakam, Athaf bin Khalid, Adam bin Abi Iyas dan lain-lain

Karangan Al Laits bin Saad

Sudah menjadi tradisi para ulama dahulu bahwa dalam menyampaikan ilmu yang mereka miliki tidak hanya melalui masjid-masjid, mimbar-mimbar ataupun halaqah-halaqah ilmu, tetapi mereka juga menyebarkan ilmu yang dimiliki melalui coretan pena dan karya tulis, sehingga melalui tulisan dan karya-karya mereka itulah nama mereka harum sampai pada masa sekarang ini, begitu juga Imam Al Laits bin Saad sebagai seorang ulama yang menguasi berbagi disiplin ilmu beliau disamping menebar ilmu melalu masjid dan halaqah juga menuliskannya dalam sebuah karya,  diantara buku yang beliau tulis adalah At-Tarikh dan Al-Masail fi Al Fiqh.

Wilayah Penyebaran dan Faktor Punahnya Mazhab Al Laits bin Saad

Mazhab Al Laits bin Saad tidak tersebar luas ke berbagai penjuru negeri Islam sebagaimana mazhab-mazhab terkenal lainnya, mazhabnya hanya tersebar di Mesir dan sekitarnya, hal tersebut tidaklah aneh, dikarenakan beliau berdomisili di Mesir dan menyebarkan ilmunya di sana, selain itu beliau juga sangat dihormati oleh penduduknya, bahkan penguasa pada zamannya Khalifah al-Mahdi dari dinasti Abbasiyah pernah menawarkan kepadanya untuk diangkat menjadi qadhi, akan tetapi beliau meminta maaf karena menolak tawaran tersebut. Penolakan tersebut menjadi salah satu faktor punahnya mazhab beliau, disamping itu, kitab-kitab beliau yang dimusnahkan oleh orang-orang yang membenci mazhab beliau, ditambah murid-murid beliau yang tidak menyebarkan mazhab beliau. Itulah faktor-faktor yang menyebabkan tidak tersebarnya mazhab beliau hingga mazhabnya hilang ditelan zaman pada abad ke-3 H. Imam asy-Syafi'i berkata: "Al Laits bin Saad lebih faqih dari pada Malik, akan tetapi murid-murid beliau menyia-nyiakan beliau".

Pada hari Jum’at pertengahan bulan Sya’ban tahun 175 Hijriah Mesir dan penduduknya amat sangat berduka dengan wafatnya seorang ulama besarnya nan dermawan Al Laits bin Saad. Khalid bin Abdussalam Ash Shadafi berkata: "Aku bersama ayahku menyaksikan jenazah Al Laits bin Saad. Belum pernah aku melihat jenazah yang lebih agung darinya. Aku melihat semua manusia bersedih. Mereka saling menghibur di antara mereka sambil menangis. Aku berkata: “Wahai ayah, seakan semua orang adalah murid dekat jenazah ini. Ayahku menjawab: Hai anakku, kamu tidak akan melihat orang seperti dia selamanya."

Semoga Allah membalas semua jasa ulama besar Mesir ini, dan menjadikan apa yang ia lakukan untuk agama ini berada dalam timbangan kebaikannya di hari akhir nanti.

Allahu a’lam

Muhamad Amrozi

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berwudhu Tanpa Niat, Boleh dan Sahkah?

Air Musta'mal Menurut Empat Madzhab