Apakah Khamar Itu Najis?

Keharaman khamar atau minuman keras, dari apa pun ia terbuat sudah menjadi kesepakatan para ulama. Dari dahulu kala hingga saat ini sudah tidak diperdebatkan lagi bahwa hukumnya adalah haram.

Akan tetapi, apakah ketika dikatakan bahwa khamar itu hukumnya haram lalu bisa kita katakana juga kalau bendanya hukumnya najis, dan kalau mengenai tubuh atau pakaian atau apa pun maka wajib dibersihkan?


Kalu kita menelaah dan merujuk buku-buku para ulama, maka kita akan menemukan bahwa dalam masalah kenajisan khamar ini ada perbedaan pendapat di antara mereka, walaupun para ulama dari empat madzhab dan juga madzhab dzahiri seprti Imam Ibnu Hazm berpendapat bahwa khamar itu najis. Tetapi ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa walaupun khamar itu hukumnya haram, akan tetapi bendanya tidak termasuk sesutu yang najis.

Pendapat Para Ulama

1. Khamar Najis

Para ualama dari madzhab yang empat, hanafi, maliki, syafi’i dan hanbali, begitu juga Ibnu Hazm Al Qurtubi berpendapat bahwa khamar itu termasuk benda yang najis dan harus dijauhi. Ketika kita katakana bahwa khamar najis, maka jika ia terkena tubuh, pakaian dan lain sebagainya maka harus dibersihkan sepirti dibersihkannya semua itu dari najis-najis yang lain.

2. Khamar Tidak Najis

Beberapa ulama fiqih seperti maha gurunya Imam Malik, yaitu Rabi’ah Ar Ra’yi, begitu juga Daud Adz Dzahiri serta Imam Ash Shan’ani dan beberapa ulama lainnya justru mengeluarkan pendapat yang berlawanan dengan mayoritas ulama, menurut mereka khamar bukanlah termasuk benda yang najis, sehingga jika ia menimpa tubuh, pakaian dan lain sebagainya maka tidak harus dibersihkan seperti halnya najis. Menurut mereka khamar memang haram, tapi ia tidak najis secara hissi.

Dalil Setiap Pendapat

Khamar Hukumnya Najis

Mayoritas ulama dari empat madzhab serta Ibnu Hazm Al Qurthubi berargumentasi dengan sebuah ayat dalam Al Qur’an untuk memperkuat pendapat mereka bahwa khamar atau minuman keras itu termasuk benda najis:

{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ}

“hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan, maka jauhilah itu semua” QS Al Maidah 90

Menurut jumhur ulama, kata rijsun pada ayat di atas maknanya adalah najis, sehingga munculah kesimpulan para ulama di atas bahwa khamar termasuk benda najis berdasarkan ayat tersebut; karena Allah menyebut khamar dengan rijsun yang berarti najis.

Khamar Tidak Najis

Imam Rabi’ah Ar Ra’yi, Daud Adz Dzahiri, Imam Ash Shan’ani serta beberapa ualama lain yang berpendapat bahwa khmar tidak najis berdalil dengan beberapa dalil, di antaranya:

Ketika Allah subhanahu wata’ala menurunkan ayat pengharaman khamar kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dengan segera Rasulullah memberitahukan kepada para sahabat-sahabatnya agar tidak lagi meminumnya dan menyuruh mereka yang masih mempunyai simpanan khamar di rumahnya agar segera membuang dan menumpahkannya. Mendapat perintah seperti itu, para sahabat yang merupakan generasi terbaik langsung mengikuti perintah tersebut, mereka menumpahkan khamar-khamar yang masih tersisa tersebut di jalan-jalan Madinah atas perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Dari cerita di atas, para ulama penganut pendapat kedua ini berkesimpulan bahwa khamar tidak najis; karena kalau khamar najis tidak mungkin Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyuruh para sahabatnya membuang dan menumpahkan khamar-kahamar tersebut di jalan-jalan Madinah yang tentunya jalan-jalan itu akan dilewati banyak orang, seperti Rasulullah melarang membuang hajat di jalan-jalan karena kotoran dan air kencing itu najis. Kalau diperintah untuk dibuang di jalan itu berarti khamar tidaklah najis.

Dalil lain yang digunakan oleh mereka yang mengatakan bahwa khamar itu zatnya tidk najis adalah hadits berikut:

كان لرسول الله - صلى الله عليه وسلم - صديق من ثقيف أو من دوس، فلقيه بمكة عام الفتح براوية خمبر يهديها إليه! فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: "يا أبا فلان، أما علمت أن الله حرمها؟ "، فأقبل الرجل على غلامه فقال: اذهب فبعها، فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: "يا أبا فلان، بماذا أمرته؟ "، قال أمرته أن يبيعها، قال: "إن الذي حرم شربها حرم بيعها"، فأمر بها فأفرغت في البطحاء

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mempunyai seorang teman dari Bani Tsaqif atau Daus, lalu beliau bertemu dengannya di Makkah setelah penaklukan kota Makkah, kemudian teman beliau itu menghadiahkan wadah yang berisi khamar kepadanya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: wahai ayah fulan, tidak tahukah engkau kalau Allah sudah mengharamkannya (khamar)? Kemudian laki-laki tadi menemui pembantunya dan berkata: pergi dan jual khamar ini, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertanya: wahai ayah fulan, kau suruh apa dia? Lalu laki-laki itu menjawab: aku suruh dia menjual khamar tersebut. Lalu Rasulullah bersabda: sesungguhnya Allah yang mengharamkan meminum khamar juga mengharamkan menjualnya, kemudian belia shallallahu alaihi wasallam menyuruh agar khamar tersebut ditumpahkan di Batha” HR Ahmad

Dari hadits ini, Imam Rabi’ah dan mereka yang sependapat dengannya mengambil kesimpulan bahwa khamar tidaklah najis; karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam setelah menyuruh untuk membuang dan menumpahkannya tidak menyuruh untuk mencuci wadah bekas khamar tersebut, kalaulah khamar itu najis sudah pasti wadah bekas tempatnya disuruh untuk dicucu dan dibersihkan, tapi nyatanya dalam hadits di atas tidak ditemukan perintah untuk mencuci wadah tersebut.

Demikian perbedaan para ulama fiqih mengenai najis atau tidaknya zat khamar atau minuman keras. Ada ulama yang mengatakan ia najis, yaitu mayoritas ulama fiqih, ada juga yang berpendapat khamar bendanya tidak najis, yaitu sebagian ulama seperti disebutkan. Tapi kita sebagai muslim hendaknya selalu menjauhkan diri dari sesuatu yang Allah subhanahu watala haramkan, sehingga tercipta masyarakat yang bersih secara rohani dan jasmani.

Allahu a’lam

Muhamad Amrozi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berwudhu Tanpa Niat, Boleh dan Sahkah?

Air Musta'mal Menurut Empat Madzhab