Hukum Khitan Hanya Sunnah, Benarkah Begitu?

Khitan atau dalam bahasa kita orang Indonesia dikenal dengan sunat adalah salah satu syari’at peninggalan Nabi Ibrahim alaihissalam, sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dalam sebuah hadits:

اختتن إبراهيم وهو ابن ثمانين سنة

“Nabi Ibrahim berkhitan, dan saat itu ia berusia 80 tahun” HR Bukhari dan Muslim

Kemudian syariat khitan ini juga dijalankan oleh ummat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Khitan sendiri seperti disebutkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam merupakan salah satu dari fitrah manusia, dalam sebuah hadits beliau bersabda:


الفطرة خمس، أو خمس من الفطرة: الختان، والاستحداد، ونتف الإبط، وتقليم الأظفار، وقص الشارب

“fitrah ada lima atau lima hal yang temasuk fitrah: khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan memendekkan kumis” HR Bukhari dan lainnya

Metode khitan yang disyariatkan dalam Islam ialah dengan memotong bagian dari kemaluan, baik itu laki-laki atau pun perempuan.

Para ulama fiqih sepakat akan disyariatkannya khitan atau sunat ini dalam Islam. Akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai hukumnya, apakah khitan ini hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan? Ataukah sunnah saja bagi keduanya? Atau wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan? Atau justru sebaliknya?

Dalam masalah hukumnya para ulama fiqih lintas madzhab berbeda pendapat, ada tiga pendapat mereka mengenai masalah ini.

Pendapat Para Ulama

1. Khitan Sunnah Bagi Laki-Laki dan Makramah Bagi perempuan

Menurut para ulama dari madzhab hanafi dan maliki khitan atau sunat ini hukumnya adalah sunnah bagi laki-laki dan makramah (kehormatan) bagi perempuan. Jadi dia bukan wajib, namun perlu diketahui bahwa khitan ini merupakan syiar umat Islam yang jika suatu daerah berbondong-bondong meninggalkannya maka menurut para ulama dari dua madzhab di atas pemerintah atau imam harus memerangi daerah tersebut; karena mereka telah meninggalkan syiar. Perlu diketahui juga bahwa ada riwayat yang mengatakan bahwa Imam Malik bin Anas rahimahullah yang merupakan pelopor madzhab maliki berpendapat khitan hukumnya wajib, walaupun mayoritas pengikutnya mengatakan sunnah.

2. Khitan Wajib Bagi Laki-Laki dan Perempuan

Para ulama dari madzhab syafi’i berpendapat bahwa khitan hukumnya adalah wajib, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dan kewajiban khitan bagi laki-laki dan perempuan ini berlaku ketika mereka sudah mencapai aqil balig, adapun sebelum itu maka tidak wajib. Perlu untuk diketahui bahwa sebenarnya dalam internal madzhab syafi’i ada tiga pendapat terkait khitan ini sebagimana disebutkan oleh Imam An Nawawi rahimahullah dalam kitabnya Al Majmu’, dan pendapat resmi dalam madzhab yang dikuatkan oleh para ulamaya ialah pendapat ini, khitan wajib bagi keduanya.

3. Khitan Wajib Bagi Laki-Laki dan Kehormatan Bagi Perempuan

Pendapat ketiga dalam masalah ini dalah khitan hukumnya wajib bagi laki-laki dan makramah (kehormatan) bagi perempuan. Pendapat seperti ini adalah pendapat para ulama fiqih dari madzhab hanbali.

Dalil Setiap Pendapat

Khitan Hanya Sunnah

Sebagai argumentasi dari pendapat mereka, para ulama dari madzhab hanafi dan maliki berdalil dengan beberapa dalil, di antara dalil yang mereka gunakan adalah hadits shabat Syaddad bin Aus radiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

الختان سنة للرجال، مكرمة للنساء

“khitan sunnah bagi laki-laki makramah (kehormatan) bagi perempuan” HR Ahmad

Dalam hadits ini secara tegas Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengatakan bahwa khitan atau sunat hukumnya adalah sunnah.

Dalil lain yang juga digunakan para ulama dari dua madzhab tersebut untuk dijadikan hujjah pendapat mereka ia hadits di atas yang menyebutkan bahwa khitan termasuk fitrah. Pendalilannya menurut mereka, dalam hadits fitrah itu Rasulullah menggolongkan khitan dalam golongan atau kelompok sesuatu yang semuanya hukumnya sunnah, seperti istihdad (mencukur rambut kemaluan) mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan memendekkan kumis, itu artinya –menurut mereka- khitan juga hukumnya sunnah seperti hal-hal tersebut.

Khitan Wajib

Para ulama madzhab syafi’i untuk memperkuat pendapat mereka berdalil dengan ayat Al Qur’an yang menyuruh umat Islam mengikuti Nabi Ibrahim Alaihissalam, Allah berfirman:

{ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ}

“kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif, dan bukanlah dia termasuk orang yang mempersekutukan Tuhan” QS An Nahl 123

Dalam ayat ini ada perintah dari Allah kepada Nabi Muhammad untuk mengikuti Ibrahim, dan hukum asal Amar (perintah) dalam ilmu ushul fiqih ialah wajib selama tidak ada qarinah yang menunjukkan perpindahan dari hukum asal, maka khitan berdasarkan perintah di ayat tersebut hukumnya wajib, baik bagi laki-laki atau perempuan.

Dalil lain yang digunakan adalah dalil ‘aqli (logika), yaitu menutup aurat itu hukumnya adalah wajib, dan aurat, baik bagi laki-laki atau perempuan tidak boleh dibuka. Tapi ketika proses khitan, aurat yang hukum asalnya tidak boleh dibuka mendaji boleh, itu artinya khitan hukumnya wajib; karena kalau khitan hanya sunnah tidak mungkin sebuah kewajiban (menutup aurat) harus ditinggalkan hanya karena sesuatu yang sunnah saja.

Khitan Wajib Bagi Laki-Laki dan Makramah Bagi wanita

Para ulama dari madzhab hanbali untuk memperkuat pendapat mereka tentang khitan hukumnya wajib bagi laki-laki berdalil dengan dalil logika seperti yang disebutkan para ualama madzhab syafi’i di atas, yaitu aurat itu wajib ditutup, dan tidak boleh dibuka kecuali untuk sesuatu yang hukumnya juga sama, yaitu wajib, ketika melakukan khitan aurat mesti harus dibuka, itu artinya khitan juga hukumnya wajib yang tidak kalah wajibnya dari menutup aurat.

Adapun untuk hujjah atau argumentasi pendapat mereka bahwa khitan bagi perempuan hanyalah sebuah kehormatan maka mereka berdalil dengan potongan hadits yang berbunyi:

 مكرمة للنساء

“kehormatan bagi wanita”

Demikian pendapat para pakar fiqih mengenai hukum khitan atau sunat baik bagi para lelaki atau perempuan. Secara medis khitan ini mempunyai banyak manfaat kesehatan yang luar biasa. Tentu saja, karena apapun yang diperintahkan oleh Allah itu pasti mengandung manfaat dan maslahat bagi manusia.

Allahu a’lam

Muhamad Amrozi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berwudhu Tanpa Niat, Boleh dan Sahkah?

Air Musta'mal Menurut Empat Madzhab