Apakah Berwudhu Harus Berurutan?
Tertib atau berurutan dalam wudhu
disepakati oleh para ulama fiqih pensyari’atannya. Akan tetapi mereka berbeda
pendapat mengenai hukumnya. Apakah tertib atau mengurutkan anggota wudhu dengan
diawali membasuh muka, tangan hingga siku, menyapu kepala dan membasuh kaki
sampai mata kaki hukumnya wajib? Atau malah hukumnya hanya sunnah, hingga boleh
memulai wudhu dengan selain membasuh wajah, sepertu memulainya dengan membasuh
kaki atau menyapu kepala atau memulai wudhu dengan anggota wudhu yang lain?
Perbedaan ini dipicu oleh beberapa
hal, di antaranya adalah perbedaan mereka memaknai huruf wawu dalam ayat
tentang wudhu, apakah huruf wawu itu memberikan makna tertib atau urutan atau
tidak demikian? Pemicu lain yang menyebabkan para ulama berbeda ialah perbuatan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam wudhu, dalam wudhunya Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam selalu melakukan tertib. Aapakah perbuatan beliau
itu megisyaratkan makna wajib tertib ataukah tidak?
Pendapat Para Ulama
1. Tertib Hukumnya Sunnah
Para ulama fiqih dari madzhab
hanafi dan maliki berpendapat bahwa tertib atau berurutan dalam wudhu hukumnya
hanyalah sunnah. Dalam buku-buku fiqih ulama dari dua madzhab tersebut tertib
dimasukkan dalam katagori sunnah-sunnah wudhu. Oleh karenanya, jika seseorang
berwudhu, dan memulai wudhunya dengan selain muka, seperti dengan tangan atau
yang lainnya maka wudhunya tetap sah.
2. Tertib Hukumnya Wajib
Para ulama fiqih dari madzhab syafi’i
dan hanbali berpendapat bahwa tertib dalam wudhu hukumnya adalah wajib. Mereka di
dalam buku-buku fiqihnya memasukkan tertib ke dalam pembahasan fardhu-fardhu
wudhu. Menurut pendapat ini, kalau seseorang ingin berwudhu maka ia harus
memulai wudhunya dengan membasuh muka dan seterusnya, jika ia memulainya dengan
selain itu maka wudhunya tidak sah.
Dalil Setiap Pendapat
Tertib Hanya Sunnah
Para ulama dari madzhab hanafi dan
maliki mengokohkan pendapat mereka dengan beberapa argumentasi, di antara
argumentasi mereka ialah di dalam ayat tentang wudhu yang berbunyi:
{يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ
إِلَى الْكَعْبَيْنِ}
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kaki” QS Al Maidah 6
Allah subhanahu watala menggunakan
huruf wawu, dan huruf wawu dalam ilmu nahwu sebagaimana dikatakan oleh ulama
nahwu dari Bashroh tidak menunjukan makna tertib atau berurutan, menurut mereka
wawu hanya menunjukkan makna jama’ (kumpulan,himpunan), adapun huruf yang
bermakna tertib ialah huruf fa atau tsumma. Oleh karena itu menurut mereka
mengurutkan anggota wudhu yang tersebut di ayat di atas tidaklah wajib; karena
huruf yang digunakan adalah wawu, bukan fa atau tsumma.
Dalil lain yang digunakan adalah
atsar sahabat Ali bin Abi Thalib radiallahu anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ad
Daruquthni, beliau berkata:
ما أبالي إذا أتممت وضوئي بأي أعضائي بدأت
“aku tidak peduli dengan anggota
manapun aku memulainya jika aku sudah menyempurnakan wudhuku”
Menurut mereka perkataan Ali bin
Abi Thalib ini menunjukan bahwa tertib atau berurutan dalam anggota wudhu itu
hukumnya tidak wajib; karena beliau membolehkan memulainya dengan anggota wudhu
mana pun, yang penting wudhunya sempurna.
Di antara dalil yang mereka gunakan
juga adalah atsar Ibnu Abbas radiallahu anhuma yang juga diriwayatkan oleh Imam
Ad Daruquthni, Ibnu Abbas berkata:
لا بأس بالبداية بالرجلين قبل اليدين
“tidak mengapa memulai wudhu dengan
kedua kaki sebelum kedua tangan”
Atsar
ini secara tegas mengatakan bolehnya memulai wudhu bukan dengan membasuh muka,
itu artinya tertib dalam wudhu tidaklah wajib.
Tertib
Wajib
Para
ulama fiqih madzhab syafi’i dan hanbali memperkuat pendapat mereka dengan
beberapa dalil. Di antara dalil yang merka gunakan ialah ayat wudhu di atas,
menurut mereka huruf wawu juga memiliki makna tertib atau berurutan sebagaimana
dikatakan oleh para pakar ilmu nahwu dari Kufah. Kemudian dalam ayat tersebut
Allah memisahkan antara anggota-anggota yang wajib dibasuh yaitu muka, tangan
hinnga siku dan kaki hingga mata kaki dengan meletakkan di tengah-tengahnya
anggota yang wajib diusap yaitu kepala. Kalau tertib atau berurutan tidak wajib
untuk apa Allah memisahkan antara anggota yang dibasuh dengan meletakkan
anggota yang diusap ditengahnya. Kenapa tidak menyebutkan anggota yang harus
dibasuh terlebih dahulu baru menyebutkan kepala yang hanya wajib diusap saja.
Kemudian
dalil lain yang mereka gunakan ialah hadits yang diriwayatkan Imam An Nasa’i dalam sunannya dari
sahabat Jabir bin Abdullah bahsanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
ابدءوا
بما بدأ الله به
“mulailah
dengan apa yang Allah mulai dengannya” HR An Nasa’i
Menurut
mereka walaupun hadits ini dikatakan oleh Rasulullah saat pelaksanaan haji
ketika ingin sa’i antara bukit shafa dan marwah, akan tetapi lafaz hadits ini
umum, maka mencakup juga masalah wudhu. Dalam ayat di atas Allah menyuruh
memulai wudhu dengan membasuh muka dan seterusnya, dan pada hadits ini
Rasulullah memerintah untuk melakukan seperti yang Allah mulai, dan hukum asal
amar adalah wajib, maka tertib dalam wudhu hukumnya wajib.
Di antara
yang juga dijadikan hujjah oleh para ulama madzhab syafi’i dan hanbali ialah
perbuatan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ketika berwudhu Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam selalu melakukan tertib atau mengurutkan anggota
wudhu dimulai dengan membasuh muka hingga berakhir dengan membasuh kaki, tidak
pernah diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah berwudhu tanpa tertib, dan
perbuatan Rasulullah ini adalah penjelasan dari ayat tentang wudhu di atas, dan
ia menunjukkan makna wajib, sehinga tertib hukumnya adalah wajib.
Itulah
perselisihan para ulama fiqih mengenai tertib atau berurutan dalam anggota
wudhu. Tertib disepakati disyari’atakan. Akan tetapi hukumnya diperselisihkan. Namun
alangkah lebih baik dan bijak jika keluar dari khilaf (perbedaan) dengan
melaksanakan tertib saat berwudhu.
Allahu
a’lam
Muhamad Amrozi
Komentar
Posting Komentar