Mengusap Telinga Dalam Wudhu, Wajib atau Sunnah?
Para
ulama fiqih di buku-buku yang mereka tulis ketika berbicara masalah wudhu
mereka membahas apa saja yang wajib dalam wudhu dan juga sunnah-sunnah wudhu. Ada
perkara-perkara dalam wudhu yang disepakati wajib dan ada juga yang tidak
disepakati. Di antara yang hukumnya masih diperselisihkan oleh para ulama fiqih
ialah hukum mengusap telinga ketika berwudhu.
Para
ulama sepakat bahwa mengusap telinga saat wudhu itu disyaria’atkan, akan tetapi
mereka berbeda mengenai hukumnya, apakah hukum mengusap telinga itu wajib dalam
wudhu atau hukumnya hanyalah sunnah saja? Mereka juga berbeda pendapat mengenai
apakah mengusap telinga itu harus dengan mengambil air baru yang dikhususkan
untuk telinga itu sendiri ataukah cukup dengan air sisa mengusap kepala?
Mengenai
masalah ini para ulama fiqih dari empat madzhab dan juga madzhab dzahiri
berbeda pendapat. Pemicu perbedaan ini ialah perbedaan mereka dalam memahami
apakah telinga itu termasuk kepala hinnga ia wajib diusap ketika mengusap kepala atau telinga tidak termasuk kepala hinnga tidak wajib diusap bersamananya?
Pendapat
Para Ulama
Mengusap
Telinga Sunnah
Pendapat
pertama dalam masalah ini adalah mengusap telinga dalam berwudhu hukumnya
hanyalah sunnah, dan telinga bukan bagian dari kepala. Pendapat seperti ini
adalah pendapat mayoritas ulama dari madzhab hanafi, maliki, syafi’i dan
dzahiri. Adapun mengenai apakah sunnahnya harus dengan air baru mengusapanya
maka di antara mereka ada perbedaan pendapat. Ulama dari madzhab hanafi
berpendapat bahwa mengusap telinga tidak harus dengan air baru, namun cukup
dengan air sisa mengusap kepala saja itu sudah mendapat pahala sunnah, akan
tetapi kalau dengan mengambil air baru untuk telinga maka itu menurut mereka
lebih baik. Adapun ulama dari madzhab maliki dan syafi’i berpendapat bahwa untuk memperoleh kesunnahan maka mengusap telinga harus dengan air baru lagi, bukan
air sisa mengusap kepala.
Mengusap
Telinga Wajib
Pendapat
ke dua dalam maslah ini adalah mengusap telinga saat berwudhu hukumnya adalah
wajib; karena telinga termasuk bagian dari kepala maka mengusapnya wajib
bersamaan dengan mengusap kepala. Pendapat seperti ini adalah pendapat para
ulama fiqih dari madzhab hanbali. Adapun mengenai air untuk mengusapnya maka
menurut mereka cukup dengan air sisa usapan kepala, dan tidak perlu mengambil
air baru; karena telinga adalah kepala menurut para ulama ini.
Tapi
menariknya dalam madzhab ini, menurut para ulamanyaya walaupun mengusap telinga
itu wajib, jika ditinggalkan baik secara sengaja atau kelupaan maka wudhunya
tetap sah. Jadi hukum mengusap telinga itu wajib tapi tidak mempengaruhi sah
atau tidaknya wudhu seseorang, walaupun mengusap telinga itu tidak dilakukan.
Imam
Ibnu Qudamah Al Hanbali dalam bukunya Al Mughni menegaskan hal tersebut beliau
mengatakan:
وقال الخلال كلهم حكوا عن
أبي عبد الله فيمن ترك مسحهما عامدا أو ناسيا، أنه يجزئه؛ وذلك لأنهما تبع للرأس
“Al
Khallal berkata: semua ualama hanbali menceritakan riwayat dari Imam Abu
Abdillah (Ahmad bin Hanbal) mengenai orang yang meninggalkan mengusap telingan
baik sengaja meninggalkannya atau lupa bahwa wudhunya tetap sah; karena kedua
telinga itu mengikuti kepala” (Al Mughni 1/97)
Dalil
Setiap Pendapat
Mengusap
Telinga Hukumnya Wajib
Untuk
memperkuat pendapat mereka bahwa mengusap telinga dalam wudhu itu hukunya wajib
para ulama dari madzhab hanbali berdalil dengan beberapa dalil, di antara dalil
mereka adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ibnu Majah dalam kitab sunannya
dari sahabat Abdullah bin Zaid radiallahu anhu belaiau berkata:
قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم -: "الأذنان من
الرأس"
“Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda: kedua telinga itu termasuk bagian dari
kepala” HR Ibnu Majah
Hadits
ini menurut para ulama hanbali secara tegas mengatakan bahwa telinga termasuk
kepala, maka ketika mengusap kepala hukumnya adalah wajib maka begitu juga
dengan mengusap telinga, hukumnya juga wajib.
Dalil
lain yang mereka gunakan sebagai argumentasi mereka bahwasannya Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam senantiasa mengusap telinga beliau setiap kali
berwudhu, tidak pernah ada riwayat hadits bahwa Rasulullah pernah meninggalkan
mengusap telinganya ketika berwudhu. Menurut ulama madzhab hanbali, perbuatan
Rasulullah ini menunjukkan kewajiban mengusap telinga.
Mengusap
Telinga Hukumnya Sunnah
Adapun
jumhur ulama fiqih dari madzhab hanafi, maliki, syafi’i dan dzahiri untuk memperkuat
pendapat mereka, mereka berdalil dengan hadits, bahwasanya Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam mengajari seorang arab badui tata cara berwudhu,
beliau bersabda:
فتوضأ كما أمرك الله
“maka berwudhulah seperti yang Allah
perintahkan kepadamu” HR Abu Daud
Menurut
jumhur ulama dari empat madzhab tersebut di atas ketika mengomentari hadits
ini, bahwa yang diperintahkan oleh Allah dalam wudhu hanyalah empat anggota
tubuh sebagaimana yang Allah sebutkan dalam ayat wudhu:
{يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ
إِلَى الْكَعْبَيْنِ}
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kaki” QS Al Maidah 6
Menurut
mereka hadits di atas adalah penjelas dari ayat ini. Rasulullah pada hadits
tersebut menyuruh seorang arab badui untuk berwudhu seperti yang diperintahkan
Allah pada ayat ini, dan pada ayat ini Allah tidak menyuruh untuk mengusap
telinga, itu artinya mengusap telinga tidak wajib.
Adapun
mengenai hadits yang digunkan oleh ulama madzhab hanbali sebagai dalil wajibnya
mengusap telinga karena kedua telinga termasuk kepala maka menurut Imam An
Nawawi Asy Syafi’i itu adalah hadits dhaif yang tidak bisa dijadikan dalil.
Adapun
dalil bahwa air untuk mengusap telinga harus air baru, di antaranya hadits yang
diriwayatkan Imam Al Hakim dari Abdullah bin Zaid radiallahu anhu, beliau
berkata:
رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يتوضأ فأخذ ماء لأذنيه خلاف
الماء الذي مسح به رأسه
“aku
melihat Rasulullah SAW berwudhu kemudian mengambil air untuk mengusap
telinganya dengan air yang bukan bekas usapan kepalanya”.(HR. Al-Hakim )
Di
hadits ini dikatakan secara tegas bahwa air yang digunakan Rasulullah untuk
mengusap telinga beliau adalah air baru, bukan air sisa mengusap kepala.
Para
ulama yang mengatakan cukup dengan air sisa kepala berhujjah bahwasanya kedua
telinga termasuk kepala, maka tidak perlu air baru. Mereka juga berdalil dengan
sebuah hadits riwayat Abu Daud dari Ar Rubayyi’ binti ‘Afra’ radiallahu anha,
beliau berkata :
رأيت رسول الله - صلى الله عليه وسلم -
يتوضأ، قالت: فمسح رأسه ومسح ما أقبل منه وما أدبر وصدغيه وأذنيه مرة واحدة
“aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam berwudhu. Beliau berkata lagi: lalu Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam mengusap kepalanya dan mengusap bagian depan hingga belakanganya lalu
sebaliknya dan kedua pelipisnya dan kedua telinganya satu kali” HR Abu Daud
Demikian
pendapat ulama mengenai hukum mengusap telinga apakah wajib atau sunnah? dan apakah
mengusap telinga dalam berwudhu harus mengambil air baru lagi atau cukup dengan
air sisa usapan kepala saja? Namun terlepas dari perselisihan ulama ini,
menyempurnakan wudhu adalah hal sangat disukai dan dianjurkan dalam syariat
ini, dan wudhu tidak akan sempurna kecuali dengan mengerjakan segala hal yang
disyari’atkan dalam wudhu tersebut.
Allahu
a’lam
Muhamad Amrozi
Komentar
Posting Komentar